Ekowisata Hutan Mangrove




Kelompok Masyarakat Pengelola Ekowisata Mangrove Bagek Kembar, Desa Cendi Manik, Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, terus mengembangkan kawasan wisata mangrove seluas 15 hektare untuk menarik minat wisatawan.
"Belasan hektare kawasan pesisir yang ditanami mangrove sudah menjadi destinasi baru karena diminati para wisatawan," kata Koordinator Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Wilayah Kerja NTB, Barmawi, di Lombok Barat, Selasa, 5 Desember 2017.
Upaya memperbanyak tanaman mangrove terus dilakukan. Masyarakat juga memanfaatkan tambak-tambak non-produktif dengan program Adopsi Mangrove pada 2016. Sebanyak 5.000 batang bibit mangrove sudah ditanam.
"Pemanfaatan tambak tidak produktif mengadopsi sistem silvofishery. Pola tersebut inisiasi dari kelompok yang sifatnya swadaya dan sukarela dari masyarakat umum," ujarnya.
Karena masih kawasan wisata baru, menurut Barmawi, tingkat kunjungan wisatawan masih sporadis dan belum terdata dengan baik.
Oleh sebab itu, BPSPL Denpasar Wilayah Kerja NTB bersama Pokmaslawisma Bagek Kembar terus melakukan pembenahan. Salah satunya menambah sarana wisata beruga dua "berugak" (gazebo) dan dua unit kano sebagai sarana permainan bagi pengunjung untuk menjelajah tambak yang sudah ditumbuhi bakau.
Selain wisata menjelajah dan swafoto, kawasan mangrove tersebut juga menjadi lokasi wisata edukasi bagi para pelajar, mahasiswa dan para peneliti serta pemerintah daerah.
"Rencananya kami akan mengoperasikan kawasan wisata mangrove Bagek Kembar secara resmi pada Desember 2017 bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-59 Provinsi NTB," ucapnya.
Meskipun sudah menjadi destinasi wisata, lanjut Barmawi, dampak ekonomi bagi masyarakat masih belum signifikan. Hal itu disebabkan karena belum ada payung hukum untuk menarik retribusi dari pengunjung.


Komentar

Postingan populer dari blog ini